"Kita akan ke mana, ayah?"
Pertanyaan itu membuat Faisal segera menoleh pada putranya. Sudah hampir satu jam dia dan Ahmed memaksakan langkah kaki mereka, menapaki tanah berpasir yang membuat langkahnya terasa berat.
Faisal menepuk kedua pundak Ahmed. "Kau lelah, jagoan?"
Ahmed kecil mengangguk. Tenggorokannya teramat dahaga. Bibirnya mengering, bahkan mulai pecah–pecah.
"Kita beristirahat sebentar, nak!" Faisal menghenyakkan tubuhnya begitu saja. Jeans butut yang sudah kusam itu harus rela menduduki tanah. "Ke mari, Ahmed! Berbaringlah di paha ayah."
Tanpa protes Ahmed langsung merebahkan kepalanya. "Aku haus dan–kita akan ke mana, ayah?"
Faisal menahan napasnya beberapa detik. Dia selalu saja mengelak saat Ahmed mulai menanyai tujuan mereka. Faisal sungguh tidak sampai hati untuk menjelaskan bahwa sebenarnya dia sendiri tidak pernah tahu langkah kaki itu akan membawanya ke mana.
Kedua matanya terasa perih, dia berupaya membendungnya. Faisal mendongak, mengerjap–ngerjapkan matanya agar lelehan itu tidak benar–benar jatuh ke pipinya.
"Kau haus? Ayah carikan air untukmu, "
***
"Tolong! Siapa saja, tolong selamatkan nyawa anakku!"
Faisal menggendong tubuh kurus Ahmed. Setengah berlari dia mencapai tenda–tenda di pengungsian. Wajahnya pucat pasi. Ahmed sudah tidak bergerak sejak dia kembali dari mencarikan air.
"Ahmed, bertahanlah!" pekiknya saat beberapa petugas medis melarikan Ahmed dari pelukannya.
Faisal menangis. Kembali Faisal merasakan ketidakberdayaan menguntitnya setelah beberapa waktu dia kehilangan Fatima–istri–yang sangat dicintainya.
Perang, semua karena perang ini. Perang yang terus saja menghantam bumi tempatnya berpijak. Yang menciptakan kiamat pada mereka yang dikasihi, yang harus–ia relakan–berpindah hunian ke rumah Tuhan.
"Ahmedddd..."
Kedua kakinya lemas dengan hebat, Faisal merasakan tubuhnya akan rubuh ke tanah. Langit tampak berputar–putar. Faisal mencoba memungkiri saat ekor matanya menyaksikan dengan jelas bagaimana para petugas berseragam putih–putih itu menyelimuti tubuh Ahmed dengan kain. Keseluruhan, sampai–sampai Ahmed kecil terbenam di dalamnya.
"Ohh Tuhan–kumohon–bawa serta aku sekalian."
***
Words : 299
Prompt #91 – "Langkah kaki Menuju Tuhan"
Oleh : Ramita Zurnia (twitter : @Mitha_AdelSanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar