Rabu, 19 Agustus 2015

#CERMIN_KEMERDEKAAN - Pejuang Kehidupan

 “Sarapannya mana, Bu?”
Pertanyaan mbah Darmo mengejutkan mbok Narti yang sedang sibuk mengaduk seperiuk nasi yang masih mengepulkan asap. Mbok Narti mengeluh, pagi ini memang ada nasi yang ditanaknya, mungkin nanti siang hingga malam menjelang dia dan suami harus bisa menahan tuntutan rasa lapar.
“Lhaa sabar, Pak. Ini sebentar lagi selesai.”
“Cepetan, Bu.” Mbah Darmo memperlihatkan perutnya yang kerempeng tanpa baju. Dia terkekeh sehingga nampaklah gusi  ompongnya yang nyaris tak menyisakan satu gigi pun.  “Oya, esok sudah 17 Agustusan, Bu. Sepanjang jalan perkampungan sudah terpasang berbagai macam hal berbau merah-putih loh, Bu.”
“Lantas kenapa, Pak?” Mbok Narti menyodorkan sepiring nasi tanpa lauk pada suaminya. Lagi, tanpa lauk sepotong pun. Mbok Narti yakin suaminya pasti sudah melihat umbul-umbul merah-putih di sepanjang jalan setelah pulang memulung.
Mbok Narti menarik napas dalam-dalam. Berpuluh tahun mereka lewati kebersamaan, setia menghuni gubuk mungil sebilik bambu, berlantaikan tanah.
“Saya ingin ikut memperingati, Bu. Seperti tahun-tahun lalu. Sudah pasti saya ndak mau ketinggalan.”
“Lhaa, bapak, bapak. Mau ikut memperingati bagaimana?”
“Ya harus, Bu. Lha sedari muda aku ikut berperang melawan penjajah.”
“Dan sampai sekarang masih berperang demi sesuap nasi ya, Pak?”
Mbah Darmo terdiam, Tak ada yang berubah hingga sekarang tubuhnya renta sudah. (*)
***
#CERMIN Kemerdekaan ini kuikutkan di kuis bentang pustaka edisi Sabtu.
Oleh : @Mitha_AdelSanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar