Sial. Aku terlambat!
Kulangkahkan kakiku setengah berlari. Dengan langkah - langkah panjang aku berhasil mencapai pintu gerbang masuk ke kantor. Beberapa sepeda motor dan mobil sudah berjejer rapi di tempat parkir. Kulirik jam tangan mungil di pergelanganku. 08:25.
Ohh Tuhan, bergegas, Kia. Cepatlah sedikit.
Pagi ini, akan ada rapat pertemuan seluruh karyawan dengan beberapa pengawas dari kantor pusat. Sementara waktu semalaman tadi telah kuhabiskan dengan bergadang membuntuti Dozan. Yaaa, Dozan rekan kerjaku si pembuat masalah.
Aku terlambat mencapai lift. Setengah menggerutu aku berlari menuju tangga. Kalau sudah terlambat begini, aku pasti akan diomeli sepanjang hari oleh manajerku. Mungkin juga langsung diberi surat peringatan, diceramahi, dan ditegur habis - habisan.
Lantai empat kosong. Lengang, tanpa satu orangpun juga. Aku mengernyitkan dahiku. Seharusnya di jam - jam seperti ini aktifitas di kantor sudah mulai ruwet, sibuk dan berisik. Hanya saja bisa kupastikan di beberapa meja milik rekanku sudah tergeletak beberapa berkas. Begitu juga dengan layar komputer yang terlihat masih menyala.
Ke mana semua orang? Situasi seperti ini tentu saja membuatku bingung bercampur panik. Aneh, hal ini sungguh terasa aneh bagiku.
***
"Setelah ini, kau harus bisa menjalani hidupmu, Kiara!"
Ucapan Mbah Surinah masih terngiang - ngiang jelas di memori otakku. Membuat debaran jantungku kian berlagu cepat. Beberapa tahun lalu selepas masa - masa sulit itu kulewati, bahkan dibantu Mbah Surinah aku berhasil keluar dari genggaman juragan jagal sapi di kampungku.
Aaah, bahkan dengan membayangkannya saja aku sudah merinding. Ulu hatiku terasa nyeri sekali. Pastinya sekarang aku bersyukur tidak lagi menjadi tawanan juragan Wiyoko si tukang jagal. Kalau tidak, tentu aku terpaksa harus menukar masa remajaku dengan dijadikan istri kesekian olehnya.
Aku menyumpah - nyumpah. Namun saat ini ada yang masih harus kucari tahu. Aku melompat keluar dari ingatanku, bahkan saat aku membuka pintu ruangan manajerku, kesunyian yang sama menyambutku.
Aku lega. Di satu sisi aku sangat lega. Bisa saja aku berbalik pulang tanpa peduli dan mencari tahu apa yang telah terjadi. Namun, keanehan ini tentu akan menjadi gumpalan tanya yang bakal menohok pikiranku terus menerus. Bagaimana kalau alien berkunjung ke bumi, dan menyedot semua rekan kerjaku berikut manajerku yang galak dengan pesawat UFO.
Aku menggerutu. Beberapa kekonyolan sepertinya telah merasuki otakku lagi. Aku menepuk jidatku berkali - kali, dan dering ponsel dari dalam tas membuatku harus segera membuka pesan masuk. Pesan SMS dari Dozan.
"Haii, Nona Kiara. Kenapa lama sekali? Semua orang sudah menunggu, rapat ditunda selama satu jam. Segera ke lantai lima."
Ohh Dozan! Sepertinya ribuan kunang - kunang membuat tubuhku limbung.
Duuh Kiara, Kenapa kamu mendadak amnesia. Bukankah ruang rapat ada di lantai lima?
***(rz) ***
Hai gaes, terima kasih sudah membaca fiksiku berdasarkan prompt #CeriteraAgustus20 dari @KampungFiksi.
Mari terus menulis. ^__^
Oleh : @Mitha_AdelSanto
Masih bisa dikembangkan nih :D tantangan: gimana kalau mereka ternyata disandera di ruang rapat dan Kia satu2nya harapan mrk? :p
BalasHapussiyaaaaappp miss...
Hapussyudaaaahhhhh... :D