Kamis, 06 Agustus 2015

Ceritera Agustus 7 - Apalah Arti Sebuah Nama, Nak

Dania duduk berselonjor kaki, gadis itu tengah asyik menjamu petang dari teras rumah. Emak sebentar lagi pasti balik, dari siang emaknya bilang akan pergi berbelanja bulanan barang sejam - dua jam ke arah kabupaten.

"Kau tungguilah rumah sebentar, emak harus berbelanja. Banyak stok barang yang sudah habis." begitulah kira - kira yang dikatakan emak Dania sebelum beliau melompat ke atas motor.

Dania masih merangkai lamunan sesaat sebelum seseorang menepuk bahunya dari arah belakang. "Heiiii, melamun lagi?? Lagi lagi kau kedapatan tengah melamun. Tak habis - habis."

Dania meringis. Siapa lagi, suara yang tentunya sangat Dania kenal.

"Tumben kau bertandang sepetang ini, Malika."

Yang diajak bicara memasang tampang lucu. Lantas terkekeh, "Aku prihatin,"

Dania melotot. Malika asyik tergelak. Dania benci diperlakukan seperti itu. Bahkan beberapa tahun terakhir Dania menyadari sensitifitasnya meningkat drastis saat Malika atau siapapun menggodanya.

"Kau selalu memilih melawak dengan lelucon basi seperti itu. Menurutku itu tidaklah lucu."

"Waaah, janganlah kau memasang air muka begitu, seakan hendak menelanku bulat - bulat saja." Malika tergelak lagi. Dania cemberut. Kesal, juga marah. Sebentar lagi senja berlabuh. Dania masih tak beranjak dari duduknya. Memprihatinkan sekali, diejek kawan dan digoda sampai mata terasa perih dan rasanya Dania sangat ingin sekali menangis.

***

"Emak, tak bisakah diganti saja?"

Rengekan Dania kecil membuat emak tersenyum - senyum saja. Sementara bapak ikut tertawa dari ruang tengah.

"Mau diganti dengan yang seperti apa, Nak?" Emak malah menjawab dengan candaan.

"Nak, sini. Duduklah dekat bapak."

Dania ingin menangis, tadi di sekolah teman - teman lelaki terus saja mengejeknya. Bahkan salah satu dari mereka sangat lihai memainkan kata - kata provokasi. Tentu itu sangat tidak menyamankan Dania sama sekali.

"Putri kesayangan bapak ini tentu sangat kuat, bukan?" begitulah cara bapak menenangkan buah hati satu - satunya. Bapak akan mengusap rambut Dania dan menepuk bahunya sekali. "Karena anak bapak tidak lemah, makanya dia wajib untuk berani."

Dania tentu akan segera mengusap sudut matanya yang basah, dan memeluk tubuh bapak dengan tatapan ingin dimengerti.

"Lagi pula, kenapa harus memikirkan ejekan kawan - kawanmu itu, Nak." Emak kemudian menghampiri. "sebab mereka tidak tahu apa - apa makanya berani ngomong sembarangan. Coba kalau mereka mengerti, dan mendengarkan saat emak mengisahkan semua hal tentang kau, dan asal muasal nama itu."

Dania merengut, jika sudah begitu, rasanya malah seperti akan mendengar sebuah dongeng atau kisah legenda saja. Ahh, Dania akan merajuk saja, hingga bapak akan datang dan membujuknya kembali.

***

"Andai aku bisa memilih sendiri, Mak. Mungkin tak akan seperti ini." Dania membuka percakapan dengan emaknya di ruang tengah. Emak sudah pulang selepas azan Maghrib berkumandang.

"Husss, kau akan merengek lagi? Bertahun kita membahas hal yang serupa. Tak bosan - bosan. Dan emak terus memberi penjelasan." emak sedang menjerang air di atas tungku anglo. "Daripada kau sibuk memikirkan perihal itu ke itu juga, ada baiknya bantu emak menyelesaikan semua ini."

Dania menghela napas. Gerah. Hatinya sangat gerah. Emak selalu tegas padanya. Tiba - tiba Dania teringat bapak. Bapak yang akan selalu memenangkannya. Membujuk Dania di saat - saat seperti ini. Lagi, sudut matanya terasa hangat dan basah.

***

"DANIA PUTRI PRIHATINI."

Tahun yang bergejolak. Bergemuruh dan sesak oleh pemberitaan politik yang terus memanas. Demonstrasi di mana - mana. Mahasiswa tidak ada rasa takut sama sekali untuk turun ke jalan dan melakukan demo.

"Waktu itu krisis moneter, presiden yang memegang tampuk kepemimpinan dipaksa turun dari jabatan." jelas emak. Dania tentu telah mendengar kisah itu berkali - kali.

"Lantas Mak?"

Emak merapihkan ujung kerudungnya yang melorot. "Nah itu, akibat dari krisis moneter tentu berimbas kepada seluruh lapisan masyarakat. Begitu juga pada keluarga emak dan bapak. Bapak saja sampai - sampai pernah pulang tanpa membawa duit sepeser, tanpa beras seliter."

Dania menatap emak dalam - dalam. Menjelang usia 50-tahun emak sudah kelihatan tua. Namun kesigapan emak masih tetap tak berubah sejak dahulu.

"Mau makan saja susahnya minta ampun, Nak!! Toko - toko kelontong dan kebutuhan harian semua tutup. Adapun uang di tangan ke mana hendak dibelanjakan. Semua masyarakat takut keluar, bahkan yang punya niatan kotor, memilih menjarah toko - toko demi mendapatkan ganjalan perut."

"Memprihatinkan ya mak."

Dania melotot. Tapi gadis itu berhasil menahan dirinya kali ini. Dania lebih memilih mendengar.

"Iyaaa, betul sekali. Masa itu kehidupan sangat - sangat memprihatinkan. Bahkan emak masih ingat, waktu itu emak tengah hamil tua dan mulai merasakan kesakitan. Dibantu oleh seorang bidan yang cuma dibayar bapak dengan seliter beras, emak bisa melahirkan Dania dengan selamat di tengah gejolak tahun sembilandelapan."

Lawan bicara emak tampak tersenyum. Pipinya terlihat berlesung dalam, saat dia tersenyum begitu. Kali ini Dania sudah sangat tenang.

"Jadi emak selalu bilang pada Dania. Apalah arti sebuah nama. Dania saja yang selama ini sibuk merengek pada emak. Sampai-sampai hendak mengganti nama pula." Emak terkekeh. Dania tahu, mendengar penuturan emak kedua pipinya langsung memanas menahan malu.

"Ah, sampai ada kejadian begitu. Benarkah mak?" emak mengangguk dan tertawa lebar sambil memandang Dania yang menunduk.

"Oyaa, Nak. Siapa tadi nama kau? Emak lupa sudah."

Pemuda itu tersenyum lagi. Dia menatap Dania sebentar dan menjawab pertanyaan emak dengan santai. "AHMAD mak. Nama saya AHMAD JAUHARILUNAS."

***

Hai fictionholics, ini adalah cerpen pertamaku di bulan Agustus ini. Kutulis berdasarkan prompt-7 #CeriteraAgustus dari @KampungFiksi.

Prompt7 :
Apalah Arti Sebuah Nama
Tokoh utamamu memiliki sebuah nama, nama yang unik dengan arti tertentu, atau nama yang biasa saja tetapi ada sejarah panjang di balik nama itu. Tulis kisah tentang nama itu dan apabila tokoh utamamu diberikan pilihan untuk menentukan namanya sendiri, nama seperti apa yang akan dipilihnya. Mulai atau akhiri tulisanmu dengan kalimat "Apalah Arti Sebuah Nama"

***

Oleh @Mitha_AdelSanto 🍁🍁🍁

Tidak ada komentar:

Posting Komentar