*sketsa gambar oleh R3dcarra*
Pagi yang sama.
Kabut-kabut dingin bergerak cepat, memeluk gerak langkahku
yang melambat. Hati-hati sekali, kuturuni anak tangga satu per satu. Duapuluhsatu
anak tangga. Aku merasa sangat bodoh karena telah menyempatkan menghitungnya.
Sreeettt...
Sekali tarik, tirai jendela itu terbuka selebar-lebarnya. Aneh.
Tidak ada secercah cahaya pun memantul dari luar sana. Spontan. Aku berlari cepat
ke arah sebuah pintu raksasa bergaya kuno, dengan ukiran menyembul kasar di daunnya.
“Nona Marissa, anda mau ke mana?”
Langkahku sedikit tertahan. Kulepaskan singsingan gaunku yang
menyembulkan kulitku yang putih susu. Air mataku merebak, membasahi pipi.
“Aku harus keluar dari sini, Bibi! Tolong bukakan pintu ini?”
Dahinya berkerut. “Nona, Anda tidak boleh kemana-mana,”
“Tolonglah Bibi Maira, bukakan pintu ini untukku.”
Wanita yang kupanggil bibi Maira, tergesa memanggil
bibi-bibi lainnya. Bagiku mereka tampak sama. Karena sama-sama memakai dress berwarna senada. Warna putih.
Aku meronta. Pegangan mereka yang terlalu ketat mulai menyakitiku.
“Maira, hubungi dokter Arnold sekarang.”
***
Mari berpesta fiksi :*
oleh @Mitha_Adelsanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar