Ramita Zurnia
Telah kusejajarkan empat bintang
Agar ia bisa menyinari semesta malam
Mengganti malam-malam yang hilang
Angin bertiup lebih kencang di malam-malam bulan November. Suara
angin yang membentur atap terdengar begitu keras, begitu ribut,
menghempas cukup kencang, mengayunkan pepohonan di sekitarnya. Angin
bulan November lebih merontokkan dedaunan, terkadang gemerisik angin
terlembut pun entah kenapa tetap membuat helaan napas menjadi lebih
berat.
Malam-malam bulan November hanya milik orang yang memiliki kekuatan
hati. Karena hanya mereka yang sanggup melewati malam yang begitu
panjang. Bila malam aku belum pulang dan sedang sendirian, aku terkenang
pada Ramita. Seorang perempuan berjilbab yang dengan setia akan
menungguku pulang. Meski itu dari balik jendela rumah seberang.
Sepasang lengkung alisnya serupa mantra. Menenteramkan siapa pun yang
menatapnya. Ia keluar dari rumah. Dinginnya malam menyingkap kabut di
rambutnya. Dari balik jendela, ia menatapiku. Cahaya matanya serupa
cermin jiwa, memantulkan hangat semesta yang membuka cakrawala.
Sepanjang empat tahun ini, sepanjang pagi dan malam ia selalu
menyapaku. Ah, aku memang perlu merasakan sihir cinta. Karena telaga
hatiku sudah kering lama, hingga lupa apa itu keindahan. Setiap kali
akan berangkat kerja, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang,
seperti ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela,
membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke luar, sekedar mendengar
sapaan paginya. Begitu juga jika malam menjelang, untaian doanya seperti
penguat hati.
Ia tidak mengeluarkan suara. Tidak, ia tidak mengeluarkan suara yang
mesra. Ia hanya tersenyum, dan itu cukup bagiku. Hatiku sudah terasa
lengkap. Meski bulan November, langit begitu mendung dan angin mulai
bertiup kencang tapi aku bisa melihat matahari melewati awan gelap.
Aku tersenyum padanya begitu melihat senyumannya. Itulah awal aku
dengannya. Aku mulai memberanikan diri untuk mengajaknya berbincang.
“ Apa kau tahu, bintang bersinar lebih terang di bulan November ketimbang bulan lainnya?”
Ia hanya menggeleng.
“Yah, lihatlah jika malam sudah menjelang,” lanjutku.
“Kenapa bisa begitu?” tanyanya.
“Karena Tuhan menghadiahkan cinta di bulan November lebih dari bulan lainnya!”
Aneh. Sebuah awal percakapan yang aneh. Tapi aku tak menyembunyikan
apapun. Bukan bibirku yang berucap, tapi hatiku yang melantun. Semua
terjadi begitu saja. Ia pasti dengan mudah menangkap kekakuan di
wajahku.
Betapa sukar. Betapa gemuruh angin bulan November membuat napasku
berat. Aku mengenalnya selama 4 tahun tapi tak sekali pun bisa
berbincang.
“Ke kesepian lain?” …aku membatin.
Ya , ke kesepian lain…..
Hatiku masih melukis senyumannya. Aku hanya berharap ia tak berhenti
melukiskan senyumannya untukku. Karena dengannya, aku bisa merasa lebih
dekat dengannya. Meski itu lewat untaian doa.
Sebuah mimpi. Sebuah harapan di bulan November. Aku harap bisa bertemu dengannya.
Mungkin…
Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami kerinduan seperti yang aku
alami. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak menunggu
kala pagi dan malam saja, lewat untaian doa. Tak ada pertanyaan mengapa
hanya bertemu di waktu pagi ataupun hanya malam saja.
Mungkin…
Empat tahun sudah waktu bergulir. Sejak itu, di jari manis kanannya
telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam
kedua matanya menumpahkan airmata. Di atas pembaringan 4 bintang yang
akan hadir. Aku bisa menemuinya.
***4nniv***
oleh : Jaka Junie
FlashFiction ini ditulis oleh sahabat Mayaku, Jaka Junie yang sudah mau meluangkan waktu untuk menyampaikan senandung rinduku dan suami hingga tahun keempat pernikahan kami.
***
Semua kisah cinta ini (
Delmi - Mitha) berawal pada Jumat,
11 November 2011, saat itu suamiku akhirnya menunaikan janji cinta kami terhadap Allah SWT Sang Maha Pemberi Cinta di depan penghulu dan keluarga besar kami. Saat itu kebahagiaan yang kami miliki sangat - sangat melambungkan kami atas rasa syukur yang begitu dalam kepada Tuhan.
Akhirnya,
kami resmi menjadi sepasang hati, sepasang bibir, dua pasang mata yang saling membagi ceria, bersama: saling menguatkan, dan saling berjanji untuk tidak menyakiti satu sama lain.
Waktu berjalan,
berjalan begitu cepat..
Empat tahun,
akhirnya kebersamaan kami berada tepat pada tahun keempat.
Empat tahun yang sangat tidak mudah. Kami lewati tahun-tahun dengan rengkuhan kerinduan yang begitu mendalam akan hadirnya seorang buah hati. Kerinduan yang selalu saja terlantun dalam setiap doa dan tengadah tangan kami kepada Tuhan. Kerinduan yang selalu saja membuat mata ini basah, bibir-bibir (kami) bergetar setiap kali meminta pelengkap kebahagiaan kepada Tuhan.
Tahun keempat, hari ini pada tepat
11 November 2015 semua pinta-pinta kami masih mengalun syahdu pada Tuhan. Tahun keempat, ikhtiar dan doa masih akan selalu taat. Sebab hanya kami yang mengerti, betapa mendalam rasa rindu ini. Sebab hanya kami yang selalu saling memahami, saling menguatkan kala hati merindu dan menangis kembali.
Empat tahun sudah, sayang
Kesenduan ini memeluk erat rindu rindu
Aku tak bersedih, bukan suamiku
Aku hanya menguntai doa-doa paling tulus
Bukankah kita akan terus menyenandungkan rindu yang sama?
Hingga Allah mempercayakan,
Suatu waktu, di suatu waktu paling rahasia untuk memetik buah doa
Hadiah paling indah,
Jawaban atas doa-doa panjang kita
oleh :
Ramita Zurnia
***
Baiklah, membahas rindu hanya membuatku semakin gebu untuk menahan rasa sendu. :)) Maka, dengan ini aku ingin menuliskan (
setelah menyampaikan langsung kepada suamiku, pastinya,berikut hadiah kecupan di dua pipi, dahi, dan bibir ini, :D) betapa cinta dan rasa terima kasih yang begitu mendalam ini, kuperuntukkan khusus untuk Suamiku tersayang,
Delmi Susanto. Suami terbaik, yang selalu saja mencoba menjadi pendamping yang sabar, setia, dan selalu menegur (kesalahan)ku tanpa pernah marah, :)) tetap bisa bertahan untuk semua kebawelan dan kelemahanku yang lain.
"Ayah sayang, selalulah menjadi sandaran hati untuk bunda, serta selalu menjadi imam yang setia menuntun dan memimpin bunda ke arah Surga-Nya."
Aamiin yaa Rabb.. :))
Happy 4th Anniversary Suamiku.
Oleh : Ramita Zurnia (twitterku : @Mitha_AdelSanto)