Selasa, 10 November 2015

Senandung Rindu #Thadelsanto (Tahun Keempat yang Penuh Cinta)

 

Ramita Zurnia

Telah kusejajarkan empat bintang
Agar ia bisa menyinari semesta malam
Mengganti malam-malam yang hilang

Angin bertiup lebih kencang di malam-malam bulan November. Suara angin yang membentur atap terdengar begitu keras, begitu ribut, menghempas cukup kencang, mengayunkan pepohonan di sekitarnya. Angin bulan November lebih merontokkan dedaunan, terkadang gemerisik angin terlembut pun entah kenapa tetap membuat helaan napas menjadi lebih berat.

Malam-malam bulan November hanya milik orang yang memiliki kekuatan hati. Karena hanya mereka yang sanggup melewati malam yang begitu panjang. Bila malam aku belum pulang dan sedang sendirian, aku terkenang pada Ramita. Seorang perempuan berjilbab yang dengan setia akan menungguku pulang. Meski itu dari balik jendela rumah seberang.

Sepasang lengkung alisnya serupa mantra. Menenteramkan siapa pun yang menatapnya. Ia keluar dari rumah. Dinginnya malam menyingkap kabut di rambutnya. Dari balik jendela, ia menatapiku. Cahaya matanya serupa cermin jiwa, memantulkan hangat semesta yang membuka cakrawala.

Sepanjang empat tahun ini, sepanjang pagi dan malam ia selalu menyapaku. Ah, aku memang perlu merasakan sihir cinta. Karena telaga hatiku sudah kering lama, hingga lupa apa itu keindahan. Setiap kali akan berangkat kerja, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, seperti ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke luar, sekedar mendengar sapaan paginya. Begitu juga jika malam menjelang, untaian doanya seperti penguat hati.

Ia tidak mengeluarkan suara. Tidak, ia tidak mengeluarkan suara yang mesra. Ia hanya tersenyum, dan itu cukup bagiku. Hatiku sudah terasa lengkap. Meski bulan November, langit begitu mendung dan angin mulai bertiup kencang tapi aku bisa melihat matahari melewati awan gelap.
Aku tersenyum padanya begitu melihat senyumannya. Itulah awal aku dengannya. Aku mulai memberanikan diri untuk mengajaknya berbincang.

“ Apa kau tahu, bintang bersinar lebih terang di bulan November ketimbang bulan lainnya?”
Ia hanya menggeleng.

“Yah, lihatlah jika malam sudah menjelang,” lanjutku.

“Kenapa bisa begitu?” tanyanya.

“Karena Tuhan menghadiahkan cinta di bulan November lebih dari bulan lainnya!”

Aneh. Sebuah awal percakapan yang aneh. Tapi aku tak menyembunyikan apapun. Bukan bibirku yang berucap, tapi hatiku yang melantun. Semua terjadi begitu saja. Ia pasti dengan mudah menangkap kekakuan di wajahku.

Betapa sukar. Betapa gemuruh angin bulan November membuat napasku berat. Aku mengenalnya selama 4 tahun tapi tak sekali pun bisa berbincang.

“Ke kesepian lain?” …aku membatin.

Ya , ke kesepian lain…..

Hatiku masih melukis senyumannya. Aku hanya berharap ia tak berhenti melukiskan senyumannya untukku. Karena dengannya, aku bisa merasa lebih dekat dengannya. Meski itu lewat untaian doa.
Sebuah mimpi. Sebuah harapan di bulan November. Aku harap bisa bertemu dengannya.

Mungkin…

Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami kerinduan seperti yang aku alami. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak menunggu kala pagi dan malam saja, lewat untaian doa. Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu di waktu pagi ataupun hanya malam saja.

Mungkin…

Empat tahun sudah waktu bergulir. Sejak itu, di jari manis kanannya telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua matanya menumpahkan airmata. Di atas pembaringan 4 bintang yang akan hadir. Aku bisa menemuinya.


***4nniv***
oleh : Jaka Junie 
FlashFiction ini ditulis oleh sahabat Mayaku, Jaka Junie yang sudah mau meluangkan waktu untuk menyampaikan senandung rinduku dan suami hingga tahun keempat pernikahan kami.

 ***


Semua kisah cinta ini (Delmi - Mitha) berawal pada Jumat, 11 November 2011, saat itu suamiku akhirnya menunaikan janji cinta kami terhadap Allah SWT Sang Maha Pemberi Cinta di depan penghulu dan keluarga besar kami. Saat itu kebahagiaan yang kami miliki sangat - sangat melambungkan kami atas rasa syukur yang begitu dalam kepada Tuhan.
Akhirnya, kami resmi menjadi sepasang hati, sepasang bibir, dua pasang mata yang saling membagi ceria, bersama: saling menguatkan, dan saling berjanji untuk tidak menyakiti satu sama lain.

Waktu berjalan,
berjalan begitu cepat..

Empat tahun,

akhirnya kebersamaan kami berada tepat pada tahun keempat.
Empat tahun yang sangat tidak mudah. Kami lewati tahun-tahun dengan rengkuhan kerinduan yang begitu mendalam akan hadirnya seorang buah hati. Kerinduan yang selalu saja terlantun dalam setiap doa dan tengadah tangan kami kepada Tuhan. Kerinduan yang selalu saja membuat mata ini basah, bibir-bibir (kami) bergetar setiap kali meminta pelengkap kebahagiaan kepada Tuhan.

Tahun keempat, hari ini pada tepat 11 November 2015 semua pinta-pinta kami masih mengalun syahdu pada Tuhan. Tahun keempat, ikhtiar dan doa masih akan selalu taat. Sebab hanya kami yang mengerti, betapa mendalam rasa rindu ini. Sebab hanya kami yang selalu saling memahami, saling menguatkan kala hati merindu dan menangis kembali.



Empat tahun sudah, sayang
Kesenduan ini memeluk erat rindu rindu
Aku tak bersedih, bukan suamiku
Aku hanya menguntai doa-doa paling tulus
Bukankah kita akan terus menyenandungkan rindu yang sama?
Hingga Allah mempercayakan,
Suatu waktu, di suatu waktu paling rahasia untuk memetik buah doa
Hadiah paling indah,
Jawaban atas doa-doa panjang kita

oleh : Ramita Zurnia


***

Baiklah, membahas rindu hanya membuatku semakin gebu untuk menahan rasa sendu. :)) Maka, dengan ini aku ingin menuliskan (setelah menyampaikan langsung kepada suamiku, pastinya,berikut hadiah kecupan di dua pipi, dahi, dan bibir ini, :D) betapa cinta dan rasa terima kasih yang begitu mendalam ini, kuperuntukkan khusus untuk Suamiku tersayang, Delmi Susanto. Suami terbaik, yang selalu saja mencoba menjadi pendamping yang sabar, setia, dan selalu menegur (kesalahan)ku tanpa pernah marah, :))  tetap bisa bertahan untuk semua kebawelan dan kelemahanku yang lain.

"Ayah sayang, selalulah menjadi sandaran hati untuk bunda, serta selalu menjadi imam yang setia menuntun dan memimpin bunda ke arah Surga-Nya."

Aamiin yaa Rabb..  :))

Happy 4th Anniversary Suamiku.

***

Oleh : Ramita Zurnia (twitterku : @Mitha_AdelSanto)

Rabu, 04 November 2015

#FFRabu - Adik Bilang Patah Hati

"Dik, cuaca cerah, mentari hangat, dan kamu masih meringkuk dalam selimut. Kalau ada orang yang aneh begini, itu cuma kamu, dik!"

"Aaaa, sana kak!" usirku

"Bangun gih, kamu sakit?"

Aku mengangguk. "Hatiku."

"Sakit hati?"

"Bukan, tapi patah hati."

"Hah? Bhahahaaaa." Kakak terkekeh.

"Kakak tahu apa? Punya pacar juga ndak." Aku menjulurkan lidah, mengejeknya sepenuh hatiku.

"Hehh, siapa bilang? Sok tahu kamu,"

"Kakaaak, Adiiik, lha, masih belum siap? Nanti terlambat." Mama nongol di pintu kamar.

"Ma, adik dimandiin yaa," rengekku. Mama mengangguk dan menggendongku.

"Huh, dasar manja!" sembur kakak.

"Kakak, jangan menggoda terus! Adikmu masih TK juga." Kali ini mama membelaku.

***

Words : 100 pas

#FFRabu – ADIK BILANG PATAH HATI
Oleh : Ramita Zurnia
(twitterku : @Mitha_AdelSanto)

Prompt #95 – "Hujan di Sky City"

"Sial,"
Umpatan kasar itu terlontar dari bibir seorang lelaki berwajah murung. Usianya baru mencapai angka tigapuluh tahun. Beberapa helai kertas nampak meremuk menjadi bola–bola kertas, tak lebih besar dari kepalan tangannya. Berserakan dari atas meja hingga lantai.

Sejak pagi, Jo berkutat dari balik meja kerjanya. Sendirian? Tentu saja dia sendirian. Jonathan–begitulah nama pemberian orang tuanya, hanya seorang pria pemurung. Tidak, sebenarnya tidak demikian sebelum sesuatu terjadi dan merenggut paksa–istrinya yang tengah mengandung janin buah cinta mereka. Keduanya tewas, tepat sebulan sebelum hari kelahiran tiba. Tewas di bawah hujan yang mengandung asam nitrat. Mengerikan.

Jo kehausan. Dia menggeser paksa tubuhnya ke arah lemari es. Mencoba mencari stok air mineral yang masih dia miliki–dan sialnya lagi itu botol terakhir.

Jo merasa gusar. Dia tidak bisa berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaan yang beberapa bulan terakhir ditekuninya–sebagai ahli botani untuk Pemerintahan Sky City, sebuah negara yang sudah bertahun–tahun tidak lagi berdiri di atas bumi, dan Jo, dia mengabdikan dirinya untuk program penyelamatan spesies tumbuhan baru yang nanti akan dikembangbiakkan di planet yang baru. Spesies tumbuhan yang buahnya bisa memberikan antibodi paling ampuh bagi masyarakat Sky City.

***

"Halo, yaa, halo–saya Jonathan–saya membutuhkan bantuan, sebentar–maaf bisakah anda ulangi? Heii, saya tidak bisa mende–"

Tuuut, tuuut, tuuut

Ohhh Tuhan, Jo meremas rambutnya dengan frustasi. "Siaaaaaaallll !!!"

***

Jonathan masih murung. Pria itu terduduk lesu di samping meja. Menatap kosong ke arah hamparan kesakitan di luar sana. Ada yang salah. Langit gelap yang bertahun–tahun tak pernah lagi menerbitkan matahari. Bahkan hujan yang turun–tidak bisa lagi disebut berkah seperti cerita yang pernah dikisahkan oleh neneknya sewaktu dia masih bocah.

Tumbuh–tumbuhan berdaun hijau, rumput yang terhampar seluas mata memandang, dengan rintikan hujan yang selalu dinantikan oleh setiap makhluk hidup.

Itu hanya dongeng!

Jo kembali mengutuk para manusia yang memang menjadi muasal dari bencana di masa depannya. Para nenek moyangnya yang serakah dan akhirnya hanya mewariskan kehancuran di masa depan.

Jonathan berlari ke dalam rumah. Mengecek balasan e–mail dari rekannya yang juga bekerja di Pemerintahan Sky City.

"Jonathan, maafkan saya, kawan! Saya tidak bisa membantumu lebih jauh. Pemerintah Sky City tidak bisa membawa masyarakat secara keseluruhan. Presiden menginginkan semua warga dievakuasi, tetapi kita tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Kau tahu? Bumi kita mengalami kehancuran dengan cepat. Beberapa unit pesawat yang tersedia dicukupkan untuk mengangkut beberapa spesies dari kita. Terkutuklah! Dalam hitungan kurang dari 2x24 jam hujan asam yang turun akan melumat segalanya.

Oh Tuhan, maafkan saya, Jo."
Dari : Daniel

***

Jo menggigit bibirnya dengan gusar. Bahkan pemerintah di negaranya ini sudah tidak bisa dipercayai lagi. Apa–apaan ini. Presiden berniat membawa seluruh masyarakat Sky City, dan hanya sekadar niat, bukan karena memang ingin menyelamatkan kehidupan masyarakat itu sendiri.

Hujan semakin deras. Beberapa lapisan atap rumah sudah semakin keropos dilumat hujan asam. Jonathan kembali mengutuk diri. Dia ingin menyalahkan waktu yang bergulir terlalu cepat. Kurang dari 2x24 jam. Semua yang masih bernyawa di tanah terkutuk ini akan mati. Jonathan pasrah. Beberapa tetes air hujan mengenai kulitnya. Rasanya seperti terbakar. Sakit sekali.

***

Words : 500

Prompt #95 dengan tema "Kota di Atas Awan". Kali ini tampaknya Miss MondayFF sangat bersemangat dengan memberikan tantangan menulis flashfiction dengan genre #Dystopia. :'D

Ini dia FFku, Prompt #95 – "Hujan di Sky City"
Oleh : Ramita Zurnia (twitterku : @Mitha_AdelSanto)