Rabu, 04 November 2015

Prompt #95 – "Hujan di Sky City"

"Sial,"
Umpatan kasar itu terlontar dari bibir seorang lelaki berwajah murung. Usianya baru mencapai angka tigapuluh tahun. Beberapa helai kertas nampak meremuk menjadi bola–bola kertas, tak lebih besar dari kepalan tangannya. Berserakan dari atas meja hingga lantai.

Sejak pagi, Jo berkutat dari balik meja kerjanya. Sendirian? Tentu saja dia sendirian. Jonathan–begitulah nama pemberian orang tuanya, hanya seorang pria pemurung. Tidak, sebenarnya tidak demikian sebelum sesuatu terjadi dan merenggut paksa–istrinya yang tengah mengandung janin buah cinta mereka. Keduanya tewas, tepat sebulan sebelum hari kelahiran tiba. Tewas di bawah hujan yang mengandung asam nitrat. Mengerikan.

Jo kehausan. Dia menggeser paksa tubuhnya ke arah lemari es. Mencoba mencari stok air mineral yang masih dia miliki–dan sialnya lagi itu botol terakhir.

Jo merasa gusar. Dia tidak bisa berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaan yang beberapa bulan terakhir ditekuninya–sebagai ahli botani untuk Pemerintahan Sky City, sebuah negara yang sudah bertahun–tahun tidak lagi berdiri di atas bumi, dan Jo, dia mengabdikan dirinya untuk program penyelamatan spesies tumbuhan baru yang nanti akan dikembangbiakkan di planet yang baru. Spesies tumbuhan yang buahnya bisa memberikan antibodi paling ampuh bagi masyarakat Sky City.

***

"Halo, yaa, halo–saya Jonathan–saya membutuhkan bantuan, sebentar–maaf bisakah anda ulangi? Heii, saya tidak bisa mende–"

Tuuut, tuuut, tuuut

Ohhh Tuhan, Jo meremas rambutnya dengan frustasi. "Siaaaaaaallll !!!"

***

Jonathan masih murung. Pria itu terduduk lesu di samping meja. Menatap kosong ke arah hamparan kesakitan di luar sana. Ada yang salah. Langit gelap yang bertahun–tahun tak pernah lagi menerbitkan matahari. Bahkan hujan yang turun–tidak bisa lagi disebut berkah seperti cerita yang pernah dikisahkan oleh neneknya sewaktu dia masih bocah.

Tumbuh–tumbuhan berdaun hijau, rumput yang terhampar seluas mata memandang, dengan rintikan hujan yang selalu dinantikan oleh setiap makhluk hidup.

Itu hanya dongeng!

Jo kembali mengutuk para manusia yang memang menjadi muasal dari bencana di masa depannya. Para nenek moyangnya yang serakah dan akhirnya hanya mewariskan kehancuran di masa depan.

Jonathan berlari ke dalam rumah. Mengecek balasan e–mail dari rekannya yang juga bekerja di Pemerintahan Sky City.

"Jonathan, maafkan saya, kawan! Saya tidak bisa membantumu lebih jauh. Pemerintah Sky City tidak bisa membawa masyarakat secara keseluruhan. Presiden menginginkan semua warga dievakuasi, tetapi kita tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Kau tahu? Bumi kita mengalami kehancuran dengan cepat. Beberapa unit pesawat yang tersedia dicukupkan untuk mengangkut beberapa spesies dari kita. Terkutuklah! Dalam hitungan kurang dari 2x24 jam hujan asam yang turun akan melumat segalanya.

Oh Tuhan, maafkan saya, Jo."
Dari : Daniel

***

Jo menggigit bibirnya dengan gusar. Bahkan pemerintah di negaranya ini sudah tidak bisa dipercayai lagi. Apa–apaan ini. Presiden berniat membawa seluruh masyarakat Sky City, dan hanya sekadar niat, bukan karena memang ingin menyelamatkan kehidupan masyarakat itu sendiri.

Hujan semakin deras. Beberapa lapisan atap rumah sudah semakin keropos dilumat hujan asam. Jonathan kembali mengutuk diri. Dia ingin menyalahkan waktu yang bergulir terlalu cepat. Kurang dari 2x24 jam. Semua yang masih bernyawa di tanah terkutuk ini akan mati. Jonathan pasrah. Beberapa tetes air hujan mengenai kulitnya. Rasanya seperti terbakar. Sakit sekali.

***

Words : 500

Prompt #95 dengan tema "Kota di Atas Awan". Kali ini tampaknya Miss MondayFF sangat bersemangat dengan memberikan tantangan menulis flashfiction dengan genre #Dystopia. :'D

Ini dia FFku, Prompt #95 – "Hujan di Sky City"
Oleh : Ramita Zurnia (twitterku : @Mitha_AdelSanto)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar