Rabu, 26 Agustus 2015

Ceritera Agustus #20 - Misi Dadakan

Sial. Aku terlambat!
Kulangkahkan kakiku setengah berlari. Dengan langkah - langkah panjang aku berhasil mencapai pintu gerbang masuk ke kantor. Beberapa sepeda motor dan mobil sudah berjejer rapi di tempat parkir. Kulirik jam tangan mungil di pergelanganku. 08:25.

Ohh Tuhan, bergegas, Kia. Cepatlah sedikit.

Pagi ini, akan ada rapat pertemuan seluruh karyawan dengan beberapa pengawas dari kantor pusat. Sementara waktu semalaman tadi telah kuhabiskan dengan bergadang membuntuti Dozan.

Aku terlambat mencapai lift. Setengah menggerutu aku berlari menuju tangga. Kalau sudah terlambat begini, aku pasti akan diomeli sepanjang hari oleh manajerku. Mungkin juga langsung diberi surat peringatan, diceramahi, dan ditegur habis - habisan.

Lantai empat kosong. Lengang, tanpa satu orangpun juga. Aku mengernyitkan dahiku. Seharusnya di jam - jam seperti ini aktifitas di kantor sudah mulai ruwet, sibuk dan berisik. Hanya saja bisa kupastikan di beberapa meja milik rekanku sudah tergeletak beberapa berkas. Begitu juga dengan layar komputer yang terlihat masih menyala.

Ke mana semua orang? Situasi seperti ini tentu saja membuatku bingung bercampur panik. Aneh, hal ini sungguh terasa aneh bagiku. Padahal ingin sekali rasanya aku menikmati sedikit waktu untuk tidur, melanjutkan mimpi yang sempat terpotong tadi pagi oleh berisik jam weker di atas nakas.

***

"Setelah ini, kau harus bisa menjalani hidupmu, Kiara!"

Ucapan Mbah Surinah masih terngiang - ngiang jelas di memori otakku. Membuat debaran jantungku kian berlagu cepat. Beberapa tahun lalu selepas masa - masa sulit itu kulewati, bahkan dibantu Mbah Surinah aku berhasil keluar dari genggaman juragan jagal sapi di kampungku.

Aaah, bahkan dengan membayangkannya saja aku sudah merinding. Ulu hatiku terasa nyeri sekali. Pastinya sekarang aku bersyukur tidak lagi menjadi tawanan juragan Wiyoko si tukang jagal. Kalau tidak, tentu aku terpaksa harus menukar masa remajaku dengan dijadikan istri kesekian olehnya.

Aku menyumpah - nyumpah. Namun saat ini ada yang masih harus kucari tahu. Aku melompat keluar dari ingatanku, bahkan saat aku membuka pintu ruangan manajerku, kesunyian yang sama menyambutku.

Aku lega. Di satu sisi aku sangat lega. Bisa saja aku berbalik pulang tanpa peduli dan mencari tahu apa yang telah terjadi. Namun, keanehan ini tentu akan menjadi gumpalan tanya yang bakal menohok pikiranku terus menerus. Bagaimana kalau alien berkunjung ke bumi, dan menyedot semua rekan kerjaku berikut manajerku yang galak dengan pesawat UFO.

Aku menggerutu. Beberapa kekonyolan sepertinya telah merasuki otakku lagi. Aku menepuk jidatku berkali - kali, dan dering ponsel dari dalam tas membuatku harus segera membuka pesan masuk. Pesan SMS dari Dozan.

"Haiii Nona Kiara, apa kabar? Bisakah kamu menemuiku siang ini di Lt. 5? Sendirian. Ingat, sendirian Sayang!"

Panas. Hawa panas di tubuhku terasa meningkat beberapa derajat celcius. Ohhh, Dozan memintaku menemuinya. Sendirian. Ohhh, rasanya seperti dilempari dengan granat aktif yang langsung melumat benakku menjadi cincangan kecil tak berbentuk.

Secepat kilat kutekan beberapa angka di tuts ponselku. Tak sabar rasanya aku menunggu hingga panggilan tersambung.

"Halo, Tuan William, iyaa Tuan, Dozan, saya baru saja menerima pesan darinya dan... Apaaaa??? Disandera??? Seluruh karyawan??? Lantai lima Tuan, baiklah... Iyaa Tuan, saya akan berhati - hati."

Kakiku bergetar. Aku terduduk lemas di atas kursi. Bagaimana bisa, semalaman suntuk kuluangkan waktuku untuk menguntit kegiatan Dozan dan hari ini dia telah berhasil merampungkan rencana besar. Rencana besar baginya, sekaligus bencana besar bagi seluruh rekan kerjaku.

***

Aku. Hanya aku. Sesuai instruksi dari Tuan William, terpaksa kupenuhi permintaan Dozan. Yaa, siapa itu Dozan? Dia adalah seorang pria brengsek. Dari berkas yang bertumpuk di meja kerja pribadi di rumahku, aku sangat tahu pasti bagaimana seorang Dozan akan mampu merasuki dan mempengaruhi siapapun untuk keinginan - keinginan yang akan dia paksakan. Semacam hasrat iblis yang membabi buta.

Aku tidak perlu mengendap - endap kali ini. Kukumpulkan segala kekuatan yang masih aku miliki. Kurangkum menjadi benteng pertahanan yang kuharap tidak bisa ditembus oleh pengaruh kekuatan Dozan nantinya.

Kreeeeekkkk

Kukuakkan daun pintu ruang rapat di lantai lima. "Dozaaaaan. Di mana kau, hah!?!"

Suaraku terdengar menggema. Ruang rapat ini terlalu luas untuk kususuri. Sebab itulah kuberanikan meneriakkan namanya berkali - kali. "Dozaaaan!!! Aku datang pengecut."

Hawa dingin yang bersumber dari AC membuat kulitku sedikit kaku kedinginan. Mataku tetap awas memperhatikan situasi di seluruh sudut ruangan.

"Wow, kau sudah datang?"

Kuawasi lagi semua sudut. Dan aku belum juga menemukan sosok pemilik suara berat tersebut. "Dozaaan, di mana kau? keluarlaaaaah pengecuttt!!!"

Suara tawanya yang mengejek membahana ke seluruh tempat. Amarahku semakin memuncak. Bagaimana bisa lelaki brengsek ini tertawa lepas dan mempermainkanku.

"Apa kabar, Nona manis."

Si pemilik mata elang itu muncul beberapa meter saja di depanku. Dia mengenakan stelan kemeja yang telah digulung lengannya, dipadukan dengan jeans panjang, berikut dengan gaya rambut ala preman yang memuakkan itu.

"Kau datang sendirian bukan?"

"Apa yang kauinginkan dariku, Dozan? Mengapa kau harus melibatkan rekan kerjaku?" Bukannya menjawab, aku malah mendesaknya balik dengan beberapa pertanyaan.

"Kau ingin tahu, Kiara?" Dia melompat ke arahku. Tanpa sempat mengelak, dia mendorongku dengan kuat ke arah dinding. "Aku menginginkan kau, Kiara."

***

Kupastikan gedung ini ramai. Sesekali terdengar suara sirine mobil polisi, juga diselai oleh lengkingan sirine ambulans. Beberapa petugas medis berlari ke arahku, kemeja kerjaku tampak kacau bersimbah darah.

"Nona Kiaraaaa, anda baik - baik saja Nona?" salah seorang anggota kepolisian menghampiriku.

"Bagaimana dengan para sandera?" Kulayangkan pertanyaan yang jauh lebih penting saat ini. Setelah berhasil menikamkan pisau ke lambung Dozan, rasanya mengetahui kabar para sandera adalah hal yang sangat wajar kulakukan.

"Mereka semua selamat, Nona. Hanya saja, salah seorang dari mereka menderita memar dan lebam yang cukup serius. Sepertinya dia dipukuli dan dihajar habis - habisan."

Aku menarik napas lega. Tetapi, "Ohh yaaa, siapa dia?"

"Tuan Barata, saya dengar dia manajer di perusahaan ini."

Aku tersenyum. Menyenangkan sekali rasanya mendengar penuturan tersebut. Seolah berapa kejadian menegangkan yang kualami tadi mendadak sirna dari pikiranku. Kuharap Tuan Barata si manajerku yang cerewet itu bisa mengambil hikmah atas apa yang menimpanya.

"Aku menginginkan kau, Kiara?"

Aku bergidik. Kejadian kali ini di luar kemauanku. Seandainya Dozan tidak memaksakan diri, mungkin dia tidak akan menemui ajalnya secepat ini.

Kulayangkan pandangan ke langit - langit. Menurutku petang mulai berlabuh. Kupikir beberapa hal memang sudah harus terjadi hari ini.

"Misi berhasil, Tuan William."

***(rz) ***

Hai gaes, terima kasih sudah membaca fiksiku berdasarkan prompt #CeriteraAgustus20 dari @KampungFiksi.
Ini adalah fiksiku versi kedua. Kutulis dengan versi cerita yang berbeda dalam hal menjawab tantangan dari Miss G.
 ^__^
Oleh : @Mitha_AdelSanto




2 komentar:

  1. Hai hai, akhirnya jadi juga ya misi dadakannya :D Masih banyak bolong2 ceritanya, dan itu normal, sebab dikerjakan dalam satu hari, padahal cakupan ceritanya termasuk luas. Yang keren banget keberanian untuk mencoba dan berhasil pula!

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaa dong Miss.. demi dirimu, demi keinginanku menulis, apa sih yang nggak.. dan aku masih akan terus menulis, dan memperbaiki kesalahan ataupun kekuranganku. :*

      Hapus